Senin, 08 September 2014

catatan senja sore X

Ketika kita di laut yang sama
Namun tetap perahu kita berbeda sayangMari kita dayung perahu kita masing-msingSatu saat nanti akan bertemu dengan ikan yang cukupTegal, 03 Agustus 2014 at 06.13 pm


Jika air sudah mambasuh wajahmuAku mencium keningmuSeraya membasuh letih di otakmuTegal, 09 Agustus 2014 at 08.59 am


Tuhan,Jika daun saja bisa ikhlas diterpa anginDan hujan jatuh ke tanah tanpa protes dan celaanIjinkan aku ikhlas dalam hal yang sederhana;Menyayanginya; anisa hidayati

Tegal, 09 Agustus 2014 at 10.49 pm

catatan senja sore IX



Langit pun sepi
Jika kita tak menyelipkan jemari
Rinduku sejauh batas aku dan mimpiku dalam tidur
Tegal, 06 Juli 2014

Dingin ini mengingatkan ku
Ketika tubuh ini dijajah angin
Tanpa mu
Hati ini dijajah oleh rindu
Tegal, 13 Juli 2014

Ku tatap ia
Awalnya para nasi menari
Namun selanjutnya bermuram hati,
Aku tak tau apa yang ku rasakan saat ini
Entah rindu, takut, sedih, dsb.
Jangankan untuk memeluk mu
Menyapa mu saja saat ini sulit,
Aku hanya mampu menyapa mu lewat sujudku pada Tuhan
Ya Allah, aku titipkan hatiku pada-Mu untuknya
Tegal, 17 Juli 2014 at 06.06 pm

Raut wajahmu menggambarkan bahwa ada sekuntum bunga
Dikelilingi kepompong yang menunggu bermetamorfosis
Semoga menjadi kupu-kupu pada saatnya
Sayang,
Semoga ras(a)mu dan (r)asaku menyatu
Tegal, 27 Juli 2014 at 09.14 am

catatan senja sore VIII

Tanamlah mawar disaat fajar, katamu
Karena edelweiss abadi sembunyi
Tapi mawar bukan lagi denganku
Wangi melati raib bersama gerimis selalu menutup lagu
Ini aku ceritakan, tentang edelweiss
Bersembunyi dalam ceruk dibalik tebing  pendakian,
Katamu adalah menghirup misteri’
Perjalanan tak ditentukan oleh nyeri di kaki
Tapi kesungguhan hati, Kau dan Aku.
Bertemu dalam mihrab Illahi.
Ciputat, 7 Juli 2014


Bercinta dengan malam
Bulan merayu di pelukkan
Ku titipkan angin menyapa wajahmu
Datang dari belulangku
Sekedar mengenang bidadari
Ku tulis namamu di rembulan
Bintang pun bertasbih
Sekejap bidadari bersedih
Memang aku adam, menyelam
Jauh di dasar kesadaran
Mohon dimaafkan. Selamat malam.
Bersinarlah esok senja pagiku.

Ciputat, 9 Juli 2014 

catatan senja sore VII

Aku menunggu keluar dari kelakar pintu
Bermahkota puri nan suci
Itu engkau yang asli
Berjejer di pelataran cahaya pukul 2 malam
Tak kelam ditelan jarum jam
Aku termenung
Menjinjing kawanan bukan dan bintang
Ku akui jadi milikku
Tuk persembahkan padamu.
Ciputat, 5 Juni 2014

Bulan tak selamanya menjadi purnama,
Ada sabit dan juga gerhana.
Seperti halnya pohon, kau memang tak seindah bunga
Tapi kau air untuk membuat pohon itu hidup
Air itu tak menunggu pohon menyeru
Tapi dia tau dimana ia berada
Ciputat, 5 Juni 2014

Aku di situ, kau tak sudi menengok.
Aku ajak kau kerumah, kau tak sudi melangkah.
Aku melangkah, ehh kau kea rah panah.

Ciputat, 11 Juni 2014 

catatan senja sore VI

Bulir Syair ~

Kau pelangi
Dari gerimis dan sinar mentari,
Di langitku, cerlangmu nurani
Berbulir, bayangmu mengalir
Mengguyur di pelataran; dzikir
Ciputat, 5 Raj 1435

Menyanjung-Mu selalu ~

Romansa bersemi; lantunkan ayat-ayat cinta-Mu
Mengeruk segala khilaf; terkubur
Ku ingin jemput fitrah – Mu
Engkau kah titipan itu, kekasih ?
Ku panggil dalam setiap doaku
Jumat Sabtu Minggu
Menunggumu lebih dari itu
Ciputat, 5 Mei 2014

Bintang belantik culik cahaya
Bulan meringas kesing
Bulan semangka langit ceria
Angin memboyong sepi; Tanpamu sunyi

Ciputat, 5 Mei 2014 

Hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput;
Nanti dulu, biarkan aku sejenak
Terbaring di sini;
Ada yang masih ingin ku pandang
Yang selama ini senantiasa luput;
Sesaat adalah abadi
Sebelum kau sapu tanamanmu setiap pagi.
Ketika kau Tanya sejauh mana rasa sayangku,
Ketika itu pula kau sudah beranjak satu langkah menjauh dariku
Kau ingin menyudahi kah?
Ciputat, 11 Mei 2014

catatan senja sore V

Merekah
Kerudungmu awan suci,muslimah nan indah
 Di dadamu, ku tumpahkan segalaku
Gelap pun terang; pelangi
Ciputat, 4 Mei 2014

Melawan ombak, tepiskan ragu
Dermaga saksi kedatangan, haru
Genggam tanganku, melangkah maju

Ciputat, 4 Mei 2014

cacatan senja sore IV


Kau – Senja ~

Camar berarak pulang
Rona langit memerah, pasrah
Kupu-kupu menari, kumbang bernyanyi
Diksi hati memuisi
Bidang dadamu tempatku berpuisi
Meramu mimpi-mimpi
Memetik harap di laman hati
Ku ingin berhenti terpejam
Tanpa harus membangunkan mimpi

Ciputat, 26 JuT 1435

catatan senja sore III



Jarak ~


Rembulan menepi sunyi
Bersanding malam;
Menyendiri
Sayang terkaram karang
Rindu terhalang sang malam
Diiring alunan senandung pilu
Sepanjang jalan ku rindu
Teringat senyummu;
Terbelenggu
Makan pun, berlauk rindu
Menjadi abu, ku eja pena-pena
Angin, peluklah erat tubuhnya
Ciputat, 26 JuT 1435

catatan senja sore II


Embun Pagi

Semilirnya menyapa
Sejuk, asa-asa jiwa mengudara
Sejuk tetes-tetes abadi
Merangkum puja sang Ilahi
Ku bingkai rinduku lewat namamu; Anisa Hidayati
Engkau sang embun pagi
Ciputat, 22 April 2014

catatan senja sore I

Catatan senja sore


RINDU BERKABUT II

Malamku alpa tanpa kau;
Muka daun beriramakan tetes-tetes embun
Pohon pun bersenandung;
Bunga –buah berdendang
Esokkah ku temui embun?
Ciputat, 12 JuT 1435

Rindu ku padamu sebening embun
Bergelayut di pelupuk – mata
Bulan masih ada
Berbalap matahari mengisi singasana.
Engkau; hantu hati.
Kemenyan berbau kasturi
Cekikik tawamu, penuhi mimpi
Ciputat, 20 April 2014

Jika kau takut, tatap aku
Seberapa besar ketakutanmu dibanding keyakinanku?
Jika kau takut, aku berani,apa gunanya?
Apa mungkin kau bisa melambaikan tangan di persimpangan jalan?
Ciputat, 20 April 2014

Aku seketika terdiam, kau datang
Pesan singkatku kelam tak ada balasan,
Tiba-tiba kau di hadapan.
Aku,
Memperhatikan ku, seketika aku memandang mu
Hatiku tak tau dibawa kemana olehmu
Aku merasa sang ratu itu ada dua
Yang nyata dan mimpi
Kau ini berbeda di mimpi
Mungkin aku terlalu tinggi bermimpi?
Ciputat, 20 April 2014

senjaku II

DIA


Dia yang keras kepala
Sedikit angkuh dan sombong kadangkala

Tapi,
Dia sosok yang berwibawa
Keangkuhan dan kesombongannya bukan kenapa
Hanya untuk motivasi belaka

Dia,
Sering kali kaku dan terlalu lugu
Dia dengan parasnya yang lucu
Walau selalu kekeh dan tak mau tahu
Hingga membuat ku ngilu

Tapi,
Dia terangkan aku dengan syair ilahi
Mengajarkan banyak pengalaman diri
Membimbing ketika sinar hidup ini mati

Dia,
Mudah-mudahan kelak direstui sang Ilahi

At 05.08 p.m.


senjaku I

KOSONG

Xxxxxxxxxxxxxxxx
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxx
...............................
.................................


masih saja kosong
Kosong
tanpa pandangan kiri kanan


xxxxxxxxxxxxxxxxxxx
..............................
Xxxxxxxxxxxxxxxxx
............................
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxx


dan begitulah ketika kekosongan itu datang
dia, juga hilang
mereka ikut menghilang
semuanya buat langkahku jadi bimbang


tanpa penguat
tanpa penyemangat
galau kata orang-orang


saat hidup jadi beban
dan kekosongan semakin dalam
kau tak kunjung datang


risau hanya kosong yang berteman


ciputat, 8/9/14

Minggu, 07 September 2014

materi kuliah hari ini :


AL - UMMAH
Sering kali kita jumpai kata Al – Ummah dalam ayat-ayat Al – Qur’an. Al – Ummah dalam segi katanya, berasal dari kata “amma – yaummu” yang artinya menuju, menumpu, meneladani. Dari unsur kata tersebut dapat diambil suku kata “um” yang artinya ibu dan “imam” yang artinya pemimpin. Karena dua suku kata tersebut merupakan teladan serta tumpuan masyarakat. Namun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata umat diartikan sebagai para penganut atau pengikut suatu agama;makhluk manusia. Bahkan dalam berbagai bahasan diartikan dengan berbagai arti. Seperti dalam bahasan filsafat yang ditulis oleh para ilmun Rusia, mereka memahami kata umat sebagai bangsa dan adapula yang mengartikannya Negara. Selain itu, kata Ummah banyak sekali tersiratkan dalam Al – Qur’an dengan bermacam-macam persoalan.  Seperti yang dijelaskan dalam riwayat An-Nasa’I bahwa “tidak seorang mayatpun yang dishalatkan oleh umat dari kaum muslim sebanyak seratus orang, dan memohonkan kepada Allah untuk diampuni, kecuali diampuni olehnya”. Dalam penjelasan ini dapat kita lihat bahwa kata ini didefinisikan sebagai semua kelompok yang dihimpun oleh sesuatu, seperti agama, waktu, atau tempat yang sama, baik penghimpunannya secara terpaksa maupun atas kehendak mereka.[1]
Dalam buku lain[2] mengatakan bahwa ummah ialah kata tunggal dan umam ialah bentuk jamaknya yang berasal dari kata amma-ya’ummu-amman yang artinya “menuju”, “menjadi”, “ikutan”, “gerakan”. Oleh karena itu kata ummah secara dialektika dapat kita ambil setidaknya 3 kandungan maknanya, yaitu : suatu golongan manusia (jama’ah), setiap manusia yang dinisabkan kepada seorang Nabi, dan setiap generasi manusia sebagai suatu umat.
Menurut Ali Syari’ati Ummah berasal dari kata amma artinya bermaksud, dan berniat keras. Dalam hal ini kiranya ada tiga makna yang dapat diambil yaitu gerakan, tujuan, dan ketetapan hati yang sadar. Dengan beberapa konsep yang terkandung, antara lain: pertama, konsep konsep kebersamaan dengan arah dan tujuan tersebut dan keharusan adanya pemimpin serta petunjuk kolektif. Oleh karena itu, ummah menurut ali syari’ati ialah “kumpulan manusia yang para anggotanya memiliki tujuan yang sama, satu sama lain bahu membahu, beregerak menuju cita-cita bersama, berdasarkan kepemimpinan bersama”.[3] Dari sini dapat kita pahami bahwa kata Ummah ialah kumpulan manusia yang terdiri lebih dari satu orang, yang memiliki cita-cita dan tujuan yang sama baik dibentuk secara kesepakatan maupun keterpaksaan.
Beberapa konsep ummah[4] sebagai bangunan masyarakat yang ideal sesuai dengan apa yang dimaksudkan dalam al – Qur’an, konsep-konsep ini diambil dari oposisi-oposisi kata maupun kalimat yang sempurna dalam al – Qur’an agar dapat kita pahami makna sebenarnya dan makna sebaliknya sehingga kita lebih teliti dalam memaknai sebuah kata dalam al – Qur’an. Konsep tersebut antara lain :
1.      Masyarakat patuh dengan masyarakat tirani
Masyarakat patuh, dalam al – Qur’an disebutkan dengan kata ummatan muslimatan. Kata ini terdapat pada surat al – Baqarah ayat 128 yang berisi doa Ibrahim dan Ismail yang meminta kepada Tuhan agar diberikan keturunan yang kemudian dijadikan komunitas keturunan yang tunduk. Dalam hal ini, pemaknaan dari kata ummah akan bergantung pada kata berikutnya yaitu muslimatan. Sehingga dapat diketahui makna yang terkandung bernilai baik atau bernilai buruk. Maka dalam buku Masyarakat High Politics yang saya kutip mengambil salah satu ayat al – Qur’an yang isinya :

“Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang Dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang pada buhul tali yang kokoh dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan”.[5]

Dalam ayat diatas dapat kita lihat bahwa muslimatan adalah orang yang menyerahkan dirinya kepada Allah dan berani dengan tegas mengambil sikap seperti itu artinya ia telah berpegang teguh pada pendiriannya. Inilah orang-orang yang dikatakan sebagai ummatan muslimatan atau kelompok orang-orang muslim yang yakin untuk berserah diri kepada Allah. Ummatan muslimatan ini juga ditandai dengan sebuah kondisi masyarakat yang didalamnya terdiri dari orang-orang yang memiiliki jiwa dan sikap keteladanan.
Dapat kita lihat kebalikan makna dari ummatan muslimatan yang tidak dikehendaki oleh Allah, yaitu sifat thaghut. Kata thaghut ini dijelaskan dalam al – Qur’an sebagai berikut:

“dan sesungguhnya kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu”, maka diantara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah da nada pula diantaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).”[6]

2.      Masyarakat moderat dengan masyarakat ekstremis
Tipe masyarakat ini ditandai dengan adanya masyarakat ekstrim kiri dan ekstrim kanan. Dimana ekstrim kanan ialah sebutan untuk orang-orang yang terlalu normative dan tekstual dalam memahami sesuatu, sedangkan ekstrim kanan ialah yang terlalu jauh dari normative dalam memahami sesuatu dalam teks al – Qur’an. Masyarakat moderat sendiri diambil dari kata ummatan wasathan.

dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (umat islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas  (perbuatan) kamu”.[7]

Ummatan wasathan mengandung makna sebagai posisi tengah-tengah antara etika Yahudi dan etika Nasrani. Diaman etika Yahudi merupakan etika yang kaku, keras dan formal dan etika Nasrani lemah lembut dan bernuansa spiritual. Sifat tengah-tengah di sini bukan berarti sifat yang tidak jelas, melainkan justru watak ini akan tampak jelas terlihat dari sikapnya yang dapat memposisikan diri sesuai dengan kondisi dan keadaan yang ada dalam kehidupan. Rasulullah mempertegas hal ini dengan sabdanya yang mengatakan bahwa sebaik-baik perkara ialah paling tengah diantara perkara itu.


3.      Masyarakat Kritis dengan Masyarakat Diam
Masyarakat kritis ditandai dengan suaranya yang lantang ketika melihat ketidak adilan, ketidak jujuran, dan juga kebatilan. Beberapa teknik yang diberikan oleh Nabi melalui beberapa stratifikasi dan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang: pertama, perangkat kekuasaan, ini ialah posisi tertinggi dimana seseorang harus menggunakan kekuasaannya dalam segala hal, baik politik, ekonomi, maupun keagamaan untuk bersikap kritis menuju liberasi dan transformasi. Kedua, kritis dengan ide. Apabila kekuasaan tidak dimiliki maka jalan lain ialah melalui ide, gagasan, tulisan ataupun lisan. Tingkatan ini biasanya dilakukan oleh para tokoh intelektual, penulis, pendakwah maupuun pemikir. Jika kedua kritis tersebut tidak dapat dilakukan maka selanjutnya ialah kritis melalui doa agar kondisi munkar beganti dengan ma’ruf. Inti masyarakat kritis dalam konteks ummah ialah yang bergerak pada tiga gagasan, yaitu: kritik atas objek sebelumnya, menawarkan objek baru dan melakukan objek baru tersebut. Kritis inilah yang diharapkan dalam al – Qur’an. Sebaliknya, masyarakat diam dalam banyak hal menciptakan orang-orang yang otoriter dan despotic. Bahkan masyarakat diam juga akan memunculkan adanya sikap tirani, sikap dimana orang menganggap dirinya paling benar dan ingin menguasai.


4.      Masyarakat Plural dengan Masyarakat Tunggal
5.      Masyarakat Being Religious dengan Masyarakat Having Religion
6.      Masyarakat Adil dengan Masyarakat Timpang
7.      Masyarakat Temporal dengan Masyarakat Absolut
8.      Masyarakat Tanggung Jawab dengan Masyarakat Nihilis




[1] M. Quraish Shihab, Wawasan Al – Qur’an: Tafsir Al – Maudu’I atas Berbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan anggota IKAPI, 1999), h. 325 – 328.
[2] Iswahyudi, Masyarakat High Politics: Refleksi Masyarakat Ummah dalam Al – Qur’an (Jakarta: STAIN Ponorogo Press, 2010), h. 47 – 48.
[3] Ibid., h. 48 – 50.
[4] Ibid., h. 50 – 84.
[5] Q.S. Luqman, 31: 22.
[6] Q.S. an – Nahl, 16: 36.
[7] Q.S. al – Baqarah, 2: 143.