Kamis, 03 Oktober 2013

belajar nulis



UFORIA PILBUP KABUPATEN TEGAL
Medekati detik-detik pesta demokrasi di kabupaten Tegal menjadikan masyarakat kabupaten Tegal berbondong-bondong untuk mengkampanyekan calonnya masing-masing. Berbagai macam cara dan strategi politik digunakan untuk mengumpulkan suara sebanyak-banyaknya, tentu saja untuk memenangkan Pemilihan Bupati periode 2013 – 2017 yang ternyata tidak sedikit dari sekian ribu penduduk di wilayah kabupaten Tegal yang memiliki inisiatif politik untuk menjadi seorang pemimpin. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya bakal calon yang mendaftarkan diri di KPUD Kabupaten Tegal yang terjaring menjadi lima pasang calon Bupati dan Wakil Bupati Tegal yang harus dipilih pada 27 Oktober nanti. Lima calon tersebut ialah pasangan Rojikin dan Budiono, Entus Susmono dan Umi Azizah, Edi Utomo dan Heru, Himawan serta A. Fikri. Lima pasang calon ini telah dinyatakan lolos verifikasi di KPUD Kabupaten Tegal dengan berbagai macam tahap serta visi dan misinya masing-masing.
Tidak mengherankan dengan banyaknya calon yang mengajukan diri dalam pilbub Tegal. Melihat situasi pemerintahan Kabupaten Tegal yang cukup memperihatinkan di periode saat ini serta kiranya butuh pemimpin yang tangguh, jujur dan bijaksana. Posisi bupati yang begitu krisis dari awal kepemimpinan Bupati Agus Riyanto yang terpilih pada pilbub 2009 yang lalu. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa resufle pemimpin yang diawali dengan adanya kasus penggelapan dana proyek daerah yang dilakukan oleh mantan Bupati Agus Riyanto dalam pertengahan masa jabatannya. Oleh karena itu sisa masa bakti beliau dilanjutkan oleh wakilnya yaitu Heri Sulistiawan. Dalam kepemimpinan Heri Sulistiawan kiranya program kerja pemerintah kabupaten Tegal dapat dikatakan sangat lumayan sebagai pemerintah yang dalam masa krisis ini. Cara beliau yang mampu turun langsung ke berbagai pelosok-pelosok daerah mencerminkan keseriusan beliau sebagai pemimpin daerah untuk melayani warganya. Namun sangat disayangkan kestabilan ini tidak dapat berlangsung lama melihat Tuhan berkehendak lain pada prtengahan tahun 2013 beliau dipanggil oleh yang mahakuasa karena jatuh sakit. Meninggalnya beliau dapat dikatakan sedikit melonggarkan hati para bakal calon bupati pada saat itu, mendengar isu bahwa beliau berniat untuk mencalonkan diri dalam pilbup 2013.
Berbagai macam polemik yang telah dilewati, tidak menutupi kemungkinan untuk memanggil hati para bakal calon Bupati Tegal tahun 2013 yang akhrirnya terpilih menjadi lima calon Bupati disamping kepentingan lain dari masing-masing calon. Beberapa calon bupati Tegal ini memiliki latarbelakang yang berbeda yang membuat kepentingannya pun menjadi berbeda-beda. Dari pasangan Rojikin dan Budiono misalkan, calon bupati yang digawangi oleh Partai  Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini berlatar belakang partai serta pengalaman pengabdiannya dalam pemerintahan Kabupaten Tegal, sebagaimana Partai  Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di wilayah kabupaten Tegal dan sekitarnya memiliki kekuatan masa yang lumayan banyak serta pengalaman beliau dalam memimpin berjalannya kinerja DPRD kabupaten Tegal di periode sebelumnya yang memberikan modal penting bagi beliau, baik modal pengalaman maupun dalam segi networkingnya. Sedangkan calon selanjutnya yaitu pasangan Entus Susmono dan Umi Azizah juga tidak mau kalah, pasangan ini dilatari oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dimana suara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di wilayah ini juga patut untuk diperhitungkan selain dari Partai  Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebelumnya. Cukup menguatkan kembali setrategi pengumpulan masa dari pasangan Entus – Umi ini yaitu kedua clon ini berhasil merangkul ormas Islam yang hampir sebagian besar masyarakat kabupaten Tegal ada di dalamnya yaitu Nahdlatul Ulama (NU) baik dari tingkatan IPNU/IPPNU, Fatayat, Muslimat, hingga Ansor. Bukan pertamakalinya NU sebagai ormas Islam masuk dalam ranah politik praktis seperti sekarang bila kita menilik kebelakang dalam histori sejarah NU. Namun di wilayah Tegal sendiri ini merupakan pertamakalinya NU menyatakan diri dengan tegas mendukung salah satu calon, hal ini dikarenakan strategi Entus dalam memilih wakilnya yaitu Umi Azizah yang beliau ambil dari aktivis NU melalui do’a restu dari para petinggi NU baik lokal maupun nasional. Selanjutnya pasangan Edi dan Heru. Dilema Edi saat menyatakan diri sebagai calon Bupati ialah partai. Pencalonan Edi dilatorbelakangi oleh faktor ekonomi atau pemilik modal. Dalam wilayah Pemalang-Tegal-Brebes seringkali pemerintahan dipegang oleh para juragan Bus antar kota baik Deddy Jaya dan Dewi Sri, seperti Kota Madya Tegal yang sekarang diduduki oleh walikota Ikmal Jaya yang berlatar belakang dari Deddy Jaya disamping partai yang digandengnya. Dari sini pulalah latar belakang Edi yaitu dari kalangan keluarga pemilik Dewi Sri. Ketika modal sudah ada namun kepercayaan masyarakat belum dapat seutuhnya dapat berpihak jikalau belum memiliki pegangan partai, oleh karena itu Edi menggandeng partai Golkar sebagai jembatan politiknya dengan mengusung Heru sebagai wakil beliau untuk pelengkap. Selanjutnya calon Himawan yang dilatarbelakangi oleh partai Gerindra dan loyalitasnya yang telah dibuktikan dalam beberapa kesempatan dipemerintahan serta calon A. Fikri sebagai calon muda dan pendatang baru yang diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Lima partai dengan latar belakang yang beragam menjadikan kompetisi sehat ini semakin hidup dan siap untuk menyapa pilbup 27 Oktober nanti.
Calon yang siap dipilih sudah ada, dengan berbagai macam kualifikasi serta visi dan misinya. Hal yang patut dilihat selanjutnya ialah kesiapan masyarakat untuk memilih para calon tersebut. Mengingat kabupaten Tegal merupakan kabuoaten yang cukup kurang dalam segi modernisasi serta deokrasi membuat masyarakat tak jarang buta akan politik. Budaya masyarakat yang rukun paguuyub sebenarnya memudahkan jalannya demokrasi politik mudah. Namun kurang adanya sosialisasi menyeluruh membuat masyarakat mudah diperdaya oleh beberapa oknum didalamnya. Sangat disayangkan, masyarakat yang sudah melek politik yang seharusnya mengayomi masyarakat yang masih buta dan mengarahkan dengan baik justru malah mengambil kesempatan untuk memanipulasi dan mempropaganda ketidaktahuan masyarakat demi kepentingan masyarakat lain yang katanya ngerti demokrasi. Keadaan masyarakat yang seperti ini kiranya tidak cukup bila para calon bupati hanya mengandalkan baliho, pamphlet, banner, dan lain-lain yang hanya mengotori lingkungan saja tanpa ada makna yang baik didalamnya. Namun perlu adanya penyuluhan langsung dari para calon kepada semua masyarakat dipenjuru kabupaten untuk memperkenalkan diri dan mencoba mengenal masyarakat yang nantinya akan menjadi tanggung jawab para calon terpilih.
Kiranya tidak cukup hanya dengan bergaya di baliho yang besar sepanjang jalan, berkoar-koar di segala forum, serta bagi-bagi sembako gratis di lingkungan masyarakat. Namun masyarakat perlu jaminan serta bukti untuk masa .kerja nanti setelah terpilih, sehingga masyarakat puas dan tidak terus-menerus merasa dihianati oleh berjalannya roda politik. Sehingga menggeser pandangan masyarakat pada taraf nilai yang negatif pada semua yang berbau dengan politik. Kiranya selain butuh penyadaran pada masyarakat, bukti dari otentifikasi keseriusan kinerja para aktor politik juga sangat diperlukan dikalangan masyarakat menengah kebawah khususnya.