UFORIA
PILBUP KABUPATEN TEGAL
Medekati detik-detik pesta demokrasi di
kabupaten Tegal menjadikan masyarakat kabupaten Tegal berbondong-bondong untuk
mengkampanyekan calonnya masing-masing. Berbagai macam cara dan strategi
politik digunakan untuk mengumpulkan suara sebanyak-banyaknya, tentu saja untuk
memenangkan Pemilihan Bupati periode 2013 – 2017 yang ternyata tidak sedikit
dari sekian ribu penduduk di wilayah kabupaten Tegal yang memiliki inisiatif
politik untuk menjadi seorang pemimpin. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya
bakal calon yang mendaftarkan diri di KPUD Kabupaten Tegal yang terjaring
menjadi lima pasang calon Bupati dan Wakil Bupati Tegal yang harus dipilih pada
27 Oktober nanti. Lima calon tersebut ialah pasangan Rojikin dan Budiono, Entus
Susmono dan Umi Azizah, Edi Utomo dan Heru, Himawan serta A. Fikri. Lima pasang
calon ini telah dinyatakan lolos verifikasi di KPUD Kabupaten Tegal dengan berbagai
macam tahap serta visi dan misinya masing-masing.
Tidak mengherankan dengan banyaknya
calon yang mengajukan diri dalam pilbub Tegal. Melihat situasi pemerintahan
Kabupaten Tegal yang cukup memperihatinkan di periode saat ini serta kiranya
butuh pemimpin yang tangguh, jujur dan bijaksana. Posisi bupati yang begitu
krisis dari awal kepemimpinan Bupati Agus Riyanto yang terpilih pada pilbub
2009 yang lalu. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa resufle pemimpin yang diawali dengan adanya kasus penggelapan dana
proyek daerah yang dilakukan oleh mantan Bupati Agus Riyanto dalam pertengahan
masa jabatannya. Oleh karena itu sisa masa bakti beliau dilanjutkan oleh
wakilnya yaitu Heri Sulistiawan. Dalam kepemimpinan Heri Sulistiawan kiranya
program kerja pemerintah kabupaten Tegal dapat dikatakan sangat lumayan sebagai
pemerintah yang dalam masa krisis ini. Cara beliau yang mampu turun langsung ke
berbagai pelosok-pelosok daerah mencerminkan keseriusan beliau sebagai pemimpin
daerah untuk melayani warganya. Namun sangat disayangkan kestabilan ini tidak dapat
berlangsung lama melihat Tuhan berkehendak lain pada prtengahan tahun 2013
beliau dipanggil oleh yang mahakuasa karena jatuh sakit. Meninggalnya beliau
dapat dikatakan sedikit melonggarkan hati para bakal calon bupati pada saat
itu, mendengar isu bahwa beliau berniat untuk mencalonkan diri dalam pilbup
2013.
Berbagai macam polemik yang telah
dilewati, tidak menutupi kemungkinan untuk memanggil hati para bakal calon
Bupati Tegal tahun 2013 yang akhrirnya terpilih menjadi lima calon Bupati
disamping kepentingan lain dari masing-masing calon. Beberapa calon bupati
Tegal ini memiliki latarbelakang yang berbeda yang membuat kepentingannya pun
menjadi berbeda-beda. Dari pasangan Rojikin dan Budiono misalkan, calon bupati
yang digawangi oleh Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDIP) ini berlatar belakang partai serta pengalaman
pengabdiannya dalam pemerintahan Kabupaten Tegal, sebagaimana Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di
wilayah kabupaten Tegal dan sekitarnya memiliki kekuatan masa yang lumayan
banyak serta pengalaman beliau dalam memimpin berjalannya kinerja DPRD
kabupaten Tegal di periode sebelumnya yang memberikan modal penting bagi
beliau, baik modal pengalaman maupun dalam segi networkingnya. Sedangkan calon selanjutnya yaitu pasangan Entus
Susmono dan Umi Azizah juga tidak mau kalah, pasangan ini dilatari oleh Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB) dimana suara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di
wilayah ini juga patut untuk diperhitungkan selain dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
sebelumnya. Cukup menguatkan kembali setrategi pengumpulan masa dari pasangan
Entus – Umi ini yaitu kedua clon ini berhasil merangkul ormas Islam yang hampir
sebagian besar masyarakat kabupaten Tegal ada di dalamnya yaitu Nahdlatul Ulama
(NU) baik dari tingkatan IPNU/IPPNU, Fatayat, Muslimat, hingga Ansor. Bukan
pertamakalinya NU sebagai ormas Islam masuk dalam ranah politik praktis seperti
sekarang bila kita menilik kebelakang dalam histori sejarah NU. Namun di
wilayah Tegal sendiri ini merupakan pertamakalinya NU menyatakan diri dengan tegas
mendukung salah satu calon, hal ini dikarenakan strategi Entus dalam memilih
wakilnya yaitu Umi Azizah yang beliau ambil dari aktivis NU melalui do’a restu
dari para petinggi NU baik lokal maupun nasional. Selanjutnya pasangan Edi dan
Heru. Dilema Edi saat menyatakan diri sebagai calon Bupati ialah partai.
Pencalonan Edi dilatorbelakangi oleh faktor ekonomi atau pemilik modal. Dalam
wilayah Pemalang-Tegal-Brebes seringkali pemerintahan dipegang oleh para
juragan Bus antar kota baik Deddy Jaya dan Dewi Sri, seperti Kota Madya Tegal
yang sekarang diduduki oleh walikota Ikmal Jaya yang berlatar belakang dari
Deddy Jaya disamping partai yang digandengnya. Dari sini pulalah latar belakang
Edi yaitu dari kalangan keluarga pemilik Dewi Sri. Ketika modal sudah ada namun
kepercayaan masyarakat belum dapat seutuhnya dapat berpihak jikalau belum
memiliki pegangan partai, oleh karena itu Edi menggandeng partai Golkar sebagai
jembatan politiknya dengan mengusung Heru sebagai wakil beliau untuk pelengkap.
Selanjutnya calon Himawan yang dilatarbelakangi oleh partai Gerindra dan
loyalitasnya yang telah dibuktikan dalam beberapa kesempatan dipemerintahan
serta calon A. Fikri sebagai calon muda dan pendatang baru yang diusung oleh
Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Lima partai dengan latar belakang yang beragam
menjadikan kompetisi sehat ini semakin hidup dan siap untuk menyapa pilbup 27
Oktober nanti.
Calon yang siap dipilih sudah ada,
dengan berbagai macam kualifikasi serta visi dan misinya. Hal yang patut
dilihat selanjutnya ialah kesiapan masyarakat untuk memilih para calon
tersebut. Mengingat kabupaten Tegal merupakan kabuoaten yang cukup kurang dalam
segi modernisasi serta deokrasi membuat masyarakat tak jarang buta akan
politik. Budaya masyarakat yang rukun paguuyub
sebenarnya memudahkan jalannya demokrasi politik mudah. Namun kurang adanya
sosialisasi menyeluruh membuat masyarakat mudah diperdaya oleh beberapa oknum
didalamnya. Sangat disayangkan, masyarakat yang sudah melek politik yang
seharusnya mengayomi masyarakat yang masih buta dan mengarahkan dengan baik
justru malah mengambil kesempatan untuk memanipulasi dan mempropaganda
ketidaktahuan masyarakat demi kepentingan masyarakat lain yang katanya ngerti
demokrasi. Keadaan masyarakat yang seperti ini kiranya tidak cukup bila para
calon bupati hanya mengandalkan baliho, pamphlet, banner, dan lain-lain yang
hanya mengotori lingkungan saja tanpa ada makna yang baik didalamnya. Namun
perlu adanya penyuluhan langsung dari para calon kepada semua masyarakat
dipenjuru kabupaten untuk memperkenalkan diri dan mencoba mengenal masyarakat
yang nantinya akan menjadi tanggung jawab para calon terpilih.
Kiranya tidak cukup hanya dengan bergaya
di baliho yang besar sepanjang jalan, berkoar-koar di segala forum, serta
bagi-bagi sembako gratis di lingkungan masyarakat. Namun masyarakat perlu
jaminan serta bukti untuk masa .kerja nanti setelah terpilih, sehingga
masyarakat puas dan tidak terus-menerus merasa dihianati oleh berjalannya roda
politik. Sehingga menggeser pandangan masyarakat pada taraf nilai yang negatif
pada semua yang berbau dengan politik. Kiranya selain butuh penyadaran pada
masyarakat, bukti dari otentifikasi keseriusan kinerja para aktor politik juga
sangat diperlukan dikalangan masyarakat menengah kebawah khususnya.