Kamis, 03 Oktober 2013

belajar nulis



UFORIA PILBUP KABUPATEN TEGAL
Medekati detik-detik pesta demokrasi di kabupaten Tegal menjadikan masyarakat kabupaten Tegal berbondong-bondong untuk mengkampanyekan calonnya masing-masing. Berbagai macam cara dan strategi politik digunakan untuk mengumpulkan suara sebanyak-banyaknya, tentu saja untuk memenangkan Pemilihan Bupati periode 2013 – 2017 yang ternyata tidak sedikit dari sekian ribu penduduk di wilayah kabupaten Tegal yang memiliki inisiatif politik untuk menjadi seorang pemimpin. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya bakal calon yang mendaftarkan diri di KPUD Kabupaten Tegal yang terjaring menjadi lima pasang calon Bupati dan Wakil Bupati Tegal yang harus dipilih pada 27 Oktober nanti. Lima calon tersebut ialah pasangan Rojikin dan Budiono, Entus Susmono dan Umi Azizah, Edi Utomo dan Heru, Himawan serta A. Fikri. Lima pasang calon ini telah dinyatakan lolos verifikasi di KPUD Kabupaten Tegal dengan berbagai macam tahap serta visi dan misinya masing-masing.
Tidak mengherankan dengan banyaknya calon yang mengajukan diri dalam pilbub Tegal. Melihat situasi pemerintahan Kabupaten Tegal yang cukup memperihatinkan di periode saat ini serta kiranya butuh pemimpin yang tangguh, jujur dan bijaksana. Posisi bupati yang begitu krisis dari awal kepemimpinan Bupati Agus Riyanto yang terpilih pada pilbub 2009 yang lalu. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa resufle pemimpin yang diawali dengan adanya kasus penggelapan dana proyek daerah yang dilakukan oleh mantan Bupati Agus Riyanto dalam pertengahan masa jabatannya. Oleh karena itu sisa masa bakti beliau dilanjutkan oleh wakilnya yaitu Heri Sulistiawan. Dalam kepemimpinan Heri Sulistiawan kiranya program kerja pemerintah kabupaten Tegal dapat dikatakan sangat lumayan sebagai pemerintah yang dalam masa krisis ini. Cara beliau yang mampu turun langsung ke berbagai pelosok-pelosok daerah mencerminkan keseriusan beliau sebagai pemimpin daerah untuk melayani warganya. Namun sangat disayangkan kestabilan ini tidak dapat berlangsung lama melihat Tuhan berkehendak lain pada prtengahan tahun 2013 beliau dipanggil oleh yang mahakuasa karena jatuh sakit. Meninggalnya beliau dapat dikatakan sedikit melonggarkan hati para bakal calon bupati pada saat itu, mendengar isu bahwa beliau berniat untuk mencalonkan diri dalam pilbup 2013.
Berbagai macam polemik yang telah dilewati, tidak menutupi kemungkinan untuk memanggil hati para bakal calon Bupati Tegal tahun 2013 yang akhrirnya terpilih menjadi lima calon Bupati disamping kepentingan lain dari masing-masing calon. Beberapa calon bupati Tegal ini memiliki latarbelakang yang berbeda yang membuat kepentingannya pun menjadi berbeda-beda. Dari pasangan Rojikin dan Budiono misalkan, calon bupati yang digawangi oleh Partai  Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini berlatar belakang partai serta pengalaman pengabdiannya dalam pemerintahan Kabupaten Tegal, sebagaimana Partai  Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di wilayah kabupaten Tegal dan sekitarnya memiliki kekuatan masa yang lumayan banyak serta pengalaman beliau dalam memimpin berjalannya kinerja DPRD kabupaten Tegal di periode sebelumnya yang memberikan modal penting bagi beliau, baik modal pengalaman maupun dalam segi networkingnya. Sedangkan calon selanjutnya yaitu pasangan Entus Susmono dan Umi Azizah juga tidak mau kalah, pasangan ini dilatari oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dimana suara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di wilayah ini juga patut untuk diperhitungkan selain dari Partai  Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebelumnya. Cukup menguatkan kembali setrategi pengumpulan masa dari pasangan Entus – Umi ini yaitu kedua clon ini berhasil merangkul ormas Islam yang hampir sebagian besar masyarakat kabupaten Tegal ada di dalamnya yaitu Nahdlatul Ulama (NU) baik dari tingkatan IPNU/IPPNU, Fatayat, Muslimat, hingga Ansor. Bukan pertamakalinya NU sebagai ormas Islam masuk dalam ranah politik praktis seperti sekarang bila kita menilik kebelakang dalam histori sejarah NU. Namun di wilayah Tegal sendiri ini merupakan pertamakalinya NU menyatakan diri dengan tegas mendukung salah satu calon, hal ini dikarenakan strategi Entus dalam memilih wakilnya yaitu Umi Azizah yang beliau ambil dari aktivis NU melalui do’a restu dari para petinggi NU baik lokal maupun nasional. Selanjutnya pasangan Edi dan Heru. Dilema Edi saat menyatakan diri sebagai calon Bupati ialah partai. Pencalonan Edi dilatorbelakangi oleh faktor ekonomi atau pemilik modal. Dalam wilayah Pemalang-Tegal-Brebes seringkali pemerintahan dipegang oleh para juragan Bus antar kota baik Deddy Jaya dan Dewi Sri, seperti Kota Madya Tegal yang sekarang diduduki oleh walikota Ikmal Jaya yang berlatar belakang dari Deddy Jaya disamping partai yang digandengnya. Dari sini pulalah latar belakang Edi yaitu dari kalangan keluarga pemilik Dewi Sri. Ketika modal sudah ada namun kepercayaan masyarakat belum dapat seutuhnya dapat berpihak jikalau belum memiliki pegangan partai, oleh karena itu Edi menggandeng partai Golkar sebagai jembatan politiknya dengan mengusung Heru sebagai wakil beliau untuk pelengkap. Selanjutnya calon Himawan yang dilatarbelakangi oleh partai Gerindra dan loyalitasnya yang telah dibuktikan dalam beberapa kesempatan dipemerintahan serta calon A. Fikri sebagai calon muda dan pendatang baru yang diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Lima partai dengan latar belakang yang beragam menjadikan kompetisi sehat ini semakin hidup dan siap untuk menyapa pilbup 27 Oktober nanti.
Calon yang siap dipilih sudah ada, dengan berbagai macam kualifikasi serta visi dan misinya. Hal yang patut dilihat selanjutnya ialah kesiapan masyarakat untuk memilih para calon tersebut. Mengingat kabupaten Tegal merupakan kabuoaten yang cukup kurang dalam segi modernisasi serta deokrasi membuat masyarakat tak jarang buta akan politik. Budaya masyarakat yang rukun paguuyub sebenarnya memudahkan jalannya demokrasi politik mudah. Namun kurang adanya sosialisasi menyeluruh membuat masyarakat mudah diperdaya oleh beberapa oknum didalamnya. Sangat disayangkan, masyarakat yang sudah melek politik yang seharusnya mengayomi masyarakat yang masih buta dan mengarahkan dengan baik justru malah mengambil kesempatan untuk memanipulasi dan mempropaganda ketidaktahuan masyarakat demi kepentingan masyarakat lain yang katanya ngerti demokrasi. Keadaan masyarakat yang seperti ini kiranya tidak cukup bila para calon bupati hanya mengandalkan baliho, pamphlet, banner, dan lain-lain yang hanya mengotori lingkungan saja tanpa ada makna yang baik didalamnya. Namun perlu adanya penyuluhan langsung dari para calon kepada semua masyarakat dipenjuru kabupaten untuk memperkenalkan diri dan mencoba mengenal masyarakat yang nantinya akan menjadi tanggung jawab para calon terpilih.
Kiranya tidak cukup hanya dengan bergaya di baliho yang besar sepanjang jalan, berkoar-koar di segala forum, serta bagi-bagi sembako gratis di lingkungan masyarakat. Namun masyarakat perlu jaminan serta bukti untuk masa .kerja nanti setelah terpilih, sehingga masyarakat puas dan tidak terus-menerus merasa dihianati oleh berjalannya roda politik. Sehingga menggeser pandangan masyarakat pada taraf nilai yang negatif pada semua yang berbau dengan politik. Kiranya selain butuh penyadaran pada masyarakat, bukti dari otentifikasi keseriusan kinerja para aktor politik juga sangat diperlukan dikalangan masyarakat menengah kebawah khususnya.

Senin, 10 Juni 2013

FASISME
Fasisme adalah istilah yang berasal dari kata Latin yaitu “fases” (ejaan Romawi: fasces) yang artinya seikat kayu yang sring menghiasi sebuah kapak yang biasa diletakan di hadapan seorang hakim dalam sejarah Romawi kuno sebagai simbol kekuasaan.[1] Dalam spektrum politik, fasisme sulit didefinisi. Ada sebuah konsensus ilmiah bahwa fasisme dipengaruhi oleh baik kiri dan kanan, konservatif dan anti -konservatif, nasional dan supranasional, rasional dan anti-rasional. Sejumlah sejarawan telah menganggap fasisme sebagai doktrin sentris revolusioner, sebagai sebuah doktrin yang Mixes filsafat kiri dan kanan, atau sebagai kedua hal tersebut.[2]
Fasisme muncul sebagai reaksi terhadap liberalism dan positivism. Hal ini dapat dilihat melalui kecenderungan fasis yang ‘anti-intelektualisme’ dan dogmatisme. Fasisme merupakan manifestasi dari kekecewaan terhadap kebebasan  individual (individual freedom) dan kebebasan berfikir (freedom of thought). Bahasan tentang fasisme ini sedikit aneh, karena orang dalam taraf kebebasan justru ditakut-takuti oleh kebebasan itu sendiri. Artinya, orang mereasa bebas justru ketika orang tersebut keluar dari zona kebebasan. Kemunculan fasisme juga dipengaruhi oleh munculnya berbagai macam kesenjangan sosial, penderitaan yang berkepanjangan, serta rasa takut akan tidak adanya harapan di masa depan yang lebih baik. Fasisme seperti yang dikatakan oleh Heyes, merupakan pencampuran beberapa teori yang paling radikal, reaksioner, dan mencakup berbagai gagasan ras, agama, ekonomi, sosial, dan moralitas akar-akar filosofis. Pemikiran fasis sudah mengakar dari beratus-ratus tahun yang lalu, dari yang modern hingga kontemporer. Beberapa tokoh diktator besar fasis pada kurun waktu PD I hingga PD II ialah Benito Mussolini di Italia (1922) dan Adolf Hiler di Jerman (1933).[3]

Fasisme merupakan suatu paham yang mengedepankan bangsa sendiri dan memandang rendah bangsa lain. Dengan kata lain, fasisme adalah suatu sikap nasionalisme yang berlebihan. Beberepa aunsur pokok dalam ideologi fasisme sebagai berikut[4] :
1.      Ketidak percayaan pada kemampuan nalar
Keyakinan yang bersifat fanatik dan dogmatic adalah sesuatu yang sudah pasti benar dan tidak boleh lagi didiskusikan. Terutama pemusnahan nalar digunakan dalam rangka “tabu” terhadap masalah ras, kerajaan atau pemimpin.
2.      Pengingkaran derajat kemanusiaan
manusia tidaklah sama, justru pertidaksamaanlah yang mendorong munculnya idealisme mereka. Bagi fasisme, pria melampaui wanita, militer melampaui sipil, anggota partai melampaui bukan anggota partai, bangsa yang satu melampaui bangsa yang lain dan yang kuat harus melampaui yang lemah. Jadi fasisme menolak konsep persamaan tradisi yahudi-kristen (dan juga Islam) yang berdasarkan aspek kemanusiaan, dan menggantikan dengan ideology yang mengedepankan kekuatan.
3.      Kode perilaku yang didasarkan pada kekerasan dan kebohongan
Negara adalah satu sehingga tidak dikenal istilah “oposan”. Jika ada yang bertentangan dengan kehendak negara, maka mereka adalah musuh yang harus dimusnahkan. Dalam pendidikan mental, mereka mengenal adanya indoktrinasi pada kamp-kamp konsentrasi. Setiap orang akan dipaksa dengan jalan apapun untuk mengakui kebenaran doktrin pemerintah.
4.      Pemerintah oleh kelompok elit
Pemerintahan harus dipimpin oleh segelintir elit yang lebih tahu keinginan seluruh anggota masyarakat. Jika ada pertentangan pendapat, maka yang berlaku adalah keinginan si-elit.
5.      Totalitarianisme
Totalitarianism bersifat total dalam meminggirkan sesuatu yang dianggap “kaum pinggiran”. Hal inilah yang dialami kaum wanita, dimana mereka hanya ditempatkan pada wilayah 3 K yaitu: kinder (anak-anak), kuche (dapur) dan kirche (gereja). Bagi anggota masyarakat, kaum fasis menerapkan pola pengawasan yang sangat ketat. Sedangkan bagi kaum penentang, maka totaliterisme dimunculkan dengan aksi kekerasan seperti pembunuhan dan penganiayaan.
6.      Rasialisme dan imperialisme
Dalam suatu negara kaum elit lebih unggul dari dukungan masa dan karenanya dapat memaksakan kekerasan kepada rakyatnya. Dalam pergaulan antar negara maka mereka melihat bahwa bangsa elit, yaitu mereka lebih berhak memerintah atas bangsa lainnya. Fasisme juga merambah jalur keabsahan secara rasialis, bahwa ras mereka lebih unggul dari pada lainnya, sehingga yang lain harus tunduk atau dikuasai. Dengan demikian hal ini memunculkan semangat imperialism.
7.      Menentang hukum dan ketertiban internasional
fasisme mengangkat perang sebagai derajat tertinggi bagi peradaban manusia.

TOKOH DIKTATOR  FASISME
1.      Benito Mussolini
Benito Mussolini, lahir pada tanggal 29 Juli 1883 di Desa Dovia di Pedropia, Provinsi Forly, Italia. Ia lahir dari rahim seorang Ibu yang bernama Rosa Maltoni yang berprofesi sebagai seorang guru di sebuah sekolah dasar, serta dari seorang ayah yang bernama Alesandro Mussolini seorang pandai besi. Kedua orang tua Mussolini memberi nama lengkap kepadanya Benito Amilcare Andrea Mussolini. Nama Benito diambil dari tokoh reformasi meksiko yaitu Benito Juarez, sedangkan nama Andrea dan Amilcare diambil dari nama tokoh sosialis Italia. Ayah Mussolini memiliki watak yang keras, sedangkan Ibunya yang merupakan seorang guru memiliki watak yang cederung lembut. Didikan dari kedua orangtuanya terkristalisasi pada diri Mussolini dari kecil hingga menjadi seorang dictator fasis pertama di Italia.[5]
Mussolini kecil tergolong anak yang nakal dan bandel, namun termasuk anak yang cerdas di sekolahnya. Karena kenakalannya, Mussolini menjadi anak yang berani, tidak takut pada siapapun kecuali pada ayahnya. Karena mengikuti jejak ayahnya, Mussolini tumbuh menjadi seorang sosialis.[6] Ambisinya menjadi seorang penguasa sudah terlihat sejak Mussolini masih dalam usia kanak-kanak. Pada masa kecilnya Mussolini memimpin sebuah ‘geng’ anak-anak di kampungnya. Satu ketika geng-nya ini merampok kebun apelmilik warga, namun seorang anak dari geng-nya terluka terkena tembakan. Melihat temannya terluka, seluruh teman geng-nya lari ketakutan kecuali Mussolini yang kemudian membawa temannya ini ke tempat yang lebih aman. Esok harinya Mussolini mencari dan memukuli temannya yang sudah berhianat. Salin itu, suatu ketika di rumahnya, ibu Mussolini terkejut mendengar suara-suara keras yang muncul dari kamar anaknya. Ketikaitu Mussolini menjawab “tidak apa-apa Ibu. Aku hanya sedang berlatih pidato-pidato yang akan ku ucapkan kelak ketika aku menjadi penguasa Italia!”[7]
Pada 1902, sebuah momen teransisi terjadi dalam hidup Mussolini. Untuk menghindari wajib militer, Mussolini beremigrasi ke Swiss. Awal mula ia berusaha mencari pekerjaan tetap demi menyambung hidupnya di Swiss, namun usahanya belum berhasil. Suatu ketika ia sempat menjadi gelandangan dan tinggal di kolong jembatan. Untuk bertahan hidup, Mussolini melakukan pekerjaan apapun yang ditemuinya. Namun, karena pengaruh seorang revolusioner yang dijumpainya, ia seringkali masuk penjara karena dianggap sebagai anak jalanan dan sering menghasut kaum buruh. Karena ulahnya yang seringkali berontak, maka pada tahun 1904 Mussolini diusir dari Swiss.[8]
Setelah misi persembunyiannya di Swiss berakhir, maka Mussolini kembali ke tempat asalnya di Itali. Dengan sangat terpkasa akhirnya Mussolini mengikuti wajib militer. Pada tahun 1908 – 1909 Mussolini menetap di Trentino, sebuah kota yang secara etnis dihuni oleh warga Italia, tetapi secara administratif berada dibwah kontrol Austria – Hungaria. Pada masa ini menjadi masa penting Mussolini dalam kiprahnya di dunia politik. Pada tahun 1909 Mussolini berhasil mendapatkan pekerjaan sebagai karyawan di kantor partai sosialis setempat, sekaligus sebagai editor di surat kabar partai. Tak lama kemudian ia bertemu dengan Cesare Battisti, seorang wartawan dan politisi sosialis. Dalam pertemuannya ini ia diminta untuk menulis di surat kabar Il Polo, pekerjaan tambahan yang dilakoninya sebagai anggota sosialis. Kesempatan ini begitu ia manfaatkan dengan mendoktrin para pembacanya dengan semangat-semangat revolusioner. Serta dalam salah satu tulisannya ia mengkritik tajam otoritas gereja pada saat itu, kemudian tulisannya ini diterbitkan secara serial pada tahun 1910. Karena tulisannya ini Mussolini dideportasi dan kembali ke Negara kelahirannya.[9]
Setelah Mussolini ditunjuk menjadi editor Koran sosialis Avanti, ia pindah ke Milan. Disana dia membangun diri sebagai kekuatan yang berpengaruh terhadap para pemimpin buruh sosialis Italia. Dia percaya bahwa para proletar bisa dia bawa dalam gerakan fasis. Mungkin inilah awal dari gerakan fasis  yang muncul pada saat perekonomian Italia memburuk akibat perang dan pengangguran yang semakin meluas.[10] Satu tahun berjalannya perang dunia I, Mussolini dianggap sebagai penghianat karena meninggalkan sosialis. Melihat pergolakan yang terjadi diprediksi akan memusnahkan Italia, oleh karena itu Mussolini mengambil kesempatan untuk memproklamirkan gerakan revolusionernya sebagai awal mula pergerakan fasis di Italia melalui surat kabar Popolo d’Italia.[11] Pada tahun 1919, setelah ia dipecat dari kelompok sosialis, ia membentuk partai sendiri yang diberi nama Fasci di Combbatimento. Partai ini sangat menjunjung tinggi nasionalisme dan berjuang untuk menjunjung kembali Italia dibawah kekaisaran Roma. Mendapatkan dukungan dari kaum borjuis, industrialis, dan angkatan bersenjata, Mussolini mulai mengerahkan kekuatannya dengan membentuk tim berseragam “Kaos Hitam” (The Blacsthirts) yang berperang melawan partai-partai lain. Anggota dari tim kaos hitam ini diambil dari para penjahat, criminal dan preman yang sangar. Kaum fasis ini menolak parlemen dan lebih mengedepankan kekerasan fisik  akibatnya keacauan pecah di mana-mana. Pada tanggal 28 Oktober 1922, Raja Victor Emmanuel III berhasil ditakut-takuti oleh tim kaos hitam yang sudah mengepung Roma. Tanpa menunggu lama Mussolini diundang ke istana dan diberikan posisi sebagai pemimpin serta memberikan kebebasan untuk membentuk pemerintahan baru. Maka jadilah Italia dipegang oleh kaum fasis. Pada tahun 1924, Mussolini mengadakan pemilihan umum yang semuanya telah disetting oleh Mussolini. Lawan politiknya dibantai tanpa ampun, sehingga membuat partai fasis menjadi partai tunggal yang ada di Italia. [12]
Setelah Mussolini memegang kekuasaan dengan cukup instan, ia melanjutkan ekspansinya dengan upaya awal yaitu menyerang Etiopia (dulu Abyssinia) pada tahun 1935. Setelah berhasil menduduki Etiopia pada tahun 1937 Mussolini bersama teman fasisnya dari Jerman yaitu Hitler, ia membuat aliansi yang membawa Italia dalam perang dunia II di pihak Jerman. Namun, pasukannya kalah di Yunani dan Afrika. Pasukan Italia diserang oleh pasukan Britania Raya dan Ameriak Serikat pada tahun 1943.  Setelah Sicilia dikuasai oleh sekutu, Mussolini dicopot dari jabatannya dan dipenjara. Tak berlangsung lama, Mussolini diselamatkan dari penjara oleh pasukan SS Hitler. Keluar dari penjara ia membentuk fasis baru di Italia Utara. Ia mulai mengeksekusi siapapun yang menentang dan mengkhianatinya. Namun pada tahun 1945, pasukan sekutu berhasil menguasai semenanjung Italia. Kemudian, Mussolini dan selirnya, Clara Pettaci, berusaha melarikan diri. Tetapi mereka berhasil ditangkap di perbatasan Austria. Tanpa basa-basi keduanya dieksekusi dan mayatnya dibawa ke Piazza Lareto, Milan. Di depan ribuan masa fasis mayat Mussolini digantung terbalik.[13]

2.      Adolf Hitler
Lahir tanggal 20 April 1889 di Braunau pinggir sungai Inn, Austria, dari keluarga petani kelas menengah. Ayahnya bernama Alois Hitler ialah seorang petugas cukai yang kejam terhadap istri dan anaknya. Namun Hitler selalu dimanjakan oleh ibunya, karena itu Hitler sangat mengidolakan ibunya. Ayahnya meninggal pada tahun 1903, ibunya meningggal pada tahun 1907. Ia mempunyai satu saudara tiri laki-laki, dan satu saudara tiri perempuan, serta satu saudara kandung perempuan. Dimasa remajanya Hitler bercita-cita menjadi seorang artis. Akibat dari kematian ayahnya, pada umur 16 tahun Hitler keluar dari sekolah. Kemudan ia pergi ke Wina, ibukota Austria, dimana ia ingin mengejar cita-citanya menjadi seorang artis, namun ia hanya memiliki talenta yang terbatas dan ia tidak mampu menembus academy of fine arts, gagal masuk hingga dua kali.[14] Kehidupannya di Wina sangat memperihatinkan. Ia tinggal di sebuah rumah sewaan yang murah dan makan sop kaldu ayam tanpa daging. Ia bekerja serabutan, mencetak postcard, membersihkan karpet, serta bekerja sebagai kondektur. Merasa kesepian dan terisolasi Hitler mulai membangun khayalan-khayalan gila, serta rasa marah karena penderitaan yang dialaminya ia mulai membenci orang-orang Yahudi yang dianggap sebagai penyebab kegagalan hidupnya.[15]
Pada tahun 1913 Hitler meninggalkan Wina dan berpindah ke Munich. Namun kegagalan pun terus mengikutinya. Saat hendak bergabung dengan Angkatan Bersenjata Austria, ia ditolak. Namun pada saat terjadinya perang dunia I dengan penuh semangat ia mulai bergabung dengan infranteri Jerman. Dalam suasana perang, calon dictator ini sangat menikmati kekerasan dan seluruh daya tarik perang yang ada. Pada tahun 1916, ia terluka parah akibat terkena semburan gas ketika perang terjadi. Usai perang berahir ia dianugrahi penghargaan iron cross kelas I pada tahun 1918. Pada masa-masa perang berakhir ia lewati di rumah sakit. Ia sangat tercengang ketika mengetahui kekalahan Jerman dalam perang tersebut. Tidak terima dengan kekalahan ini, Hitler menganggap bahwa penandatanganan perjanjian Versailles merupakan sebuah penghianatan besar. Akibat dari kekalahan serta penandatanganan perjanjian itu, rakyat Jerman kelaparan, tentara sekutu mondar mandir, serta pemogokan yang memacetkan pabrik di mana-mana. Melihat hal ini Hitler sangat perihatin dan semakin yakin bahwa hanya nasionalis Jerman yang besar seperti dirinya yang mampu memimpin bangsa aria menjadi sebuah ras unggul. Oleh karena itu ia mulai berpaling ke dunia politik.[16]
Untuk memulai perjalanan politiknya, Hitler bergabung dengan Partai Pekerja Jerman. Kemudian ia keluar dari dinas militer dan bekerja sebagai kepala seksi propaganda di partainya. Pada tahun 1919, nama partai tersebut diganti menjadi National-sozialistische Deutsche Arbeiterpartei atau yang kita kenal partai Nazi. Tidak memerlukan waktu lama, Hitler berhasil menjadi presiden partai pada tahun 1921. Kemudian ia membentuk pasukan seragam coklat yang diberi nama Sutrmabteilung (SA) atau The Brownshirts (para kaos coklat).[17] Gagal mengkudeta pemerintahan kala itu, Hitler justru dipenjara akibat tuduhan penghianatan. Namun ia menentang dalam pengadilan, ia membela diri bahwa penghianat sesungguhnya adalah yang dilakukan para penghianat pada tahun 1918 (perjanjian versailles) serta musuh besar Jerman sesungguhnya ialah orang Prancis, bangsa Yahudi, kaum fasifis, kelompok marxis, serta para penandatangan perjanjian Versailles. Hal ini berhasil menghiposis masa yang hadir di ruang pengadilan. Serta hukuman yang dijatuhkan selama lima tahun penjara hanya dijalaninya selama Sembilan bulan. Pada masa di penjara Hitler menulis karya propagandanya yang diberi nama Main Kampf (perjuanganku). Melalui karya ini Hitler mencoba menggaris bawahi pemikiran politiknya. Selanjutnya karyanya ini dijadikan sebuah kitab wajib para anggota Nazi. Dalam karyanya ia mengagungkan kemurnian ras dan kekuatan niat serta mengutuk bangsa Yahudi, komunis, liberal dan kapitalis asing. Menurutnya, Jerman akan menjadi Negara adi kuasa serta berpengaruh di seluruh dunia. Jerman juga akan membalas kekalahannya dalam perang dunia I, menyatukan orang yang tinggal di Negara lain yang menggunakan bahasa Jerman serta menemukan sedikit celah di pusat Eropa dan Rusia. Sebuah filosofi tirani yang mulai dianut Hitler.[18]
Keluar dari penjara, Hitler mulai menyusun barisan Nazi. Pergolakan Jerman pada tahun 30-an menjadi kesempatan emas bagi Hitler untuk menyusun barisan Nazi dalam mempropaganda rakyat Jerman khususnya kaum industrialis dengan hasil propaganda melalui Joseph Goebbels yang bersedia bergabung dengan Hitler. Hal ini membuat partai Nazi menjadi partai terbesar di Reichstag yang mengantarkan Hitler dalam pemerintahan sebagai pimpinan Rich. Tanggal 27 Februari 1933, pasukan Hitler membakar gedung parlemen Jerman dan menuduh komunis sebagai pelakunya. Kekuasaan dictator didapatkannya, barisan  seragam coklat yang dibentuknya dilepaskan. Orang-orang Yahudi serta lawan-lawan plitiknya disingkirkan, bahkan mereka menggantung orang-orang yang anti Nazi tanpa ampun. Setelah sebulan pembantaian terjadi, presiden Hindenbrug mati. Citra Hitler semakin meningkat, diangkatnya ia menjadi kanselir, presiden, dan panglima besar militer. Ia menjuluki dirinya sebagai Fuhrer dan Reich III. Pada tahun 1936, ia membangun jembatan Roma-Berlin dengan fasis Italia, Benito Mussolini dan menandatangani pakta anti komunis dengan Jepang. Pada tahun 1938, ia berhasil menguasai Austria. Setahun kemudian, Karena lengahnya Inggris, Hitler berhasil meguasai Cekoslowakia. Korban berikut dalam daftarnya ialah Polandia. Kemudian ia mendesak Joseph Stalin untuk menandatangani perjanjian non-agresi. Hal ini mengundang persekutuan Inggris dan Prancis untuk cepat-cepat mengumumkan perang. Mesin besar Hitler berhasil menyapu Den Mark, Norwegia, Belanda, Belgia serta perancis.[19]
Pada tahun 1918 ia menari kegirangan melihat Prancis dengan mudah ditaklukkan. Namun Inggris mempunyai kekuatan tangguh yang berhasil menggusarkan sang dictator. Namun tak berhenti disitu, Hitler meluapkan kemarahannya untuk menyerang musuh besarnya yaitu Rusia, si mata Hitler Rusia sama saja seperti Yahudi. Dengan kekuatan jendral-jendralnya, Rusia berhasil disapu habis. Warga-warga sipil Rusia dijadikan budak dan bahan eksperimen kedoktran. Jutaan warga soviet dimusnahakan dikamp-kamp Nazi bersama dengan orang-orang Yahudi. Namun dalam ekspansinya, Hitler gagal menguasai Stalingard, Moskow, atau Leningard. Keruntuhan demi keruntuhan mulai dating bergilir. [20]
Pada tahun 1943 perang berbalik melawan Hitler, Inggris dan Amerika memburu kekuatan jendral Nazi di front Afrika. Kekuatan sekutu berhasil mengalahkan Italia. Kemudian Rusia mulai meningkatkan kesiagaannya di segala sisi. Angkatan bersenjata Uni Soviet mendesak Jerman untuk keluar dari Rusia. Sekutu menjatuhkan banyak bom sepanjang malam di Jerman. Upaya membunuh Hitler dilakukan oleh pihak sekutu dengan meledakkan bom di bawah meja kerja Hitler, namun sekali lagi Hitler lolos dari maut. Pada tahun 1944, Hitler membuat pertahanan sementara. Seperti yang dipercayainya Jerman berhak dihancurkan karena telah gagal emndukung visinya. Sesungguhnya, kebraniannya sendiri yang telah menggagalkan dirinya. Tahun 1945, setelah Rusia mencapai Berlin, ia dengan ketakutan bersembunyi di bawah tanah. Frustasi mulai menghinggapinya, bahkan berbagai macam penyakit mulai menggerogoti tubuhnya. Sepanjang sisa hidupnya ia ditemani oleh selirnya, Eva Braun. Setelah tentara Rusia menyapu kota Berlin, Hitler melaksanakan upacara pernikahannya dengan Eva Braun, tak lama kemudian ia memberinya racun dan kemudian bunuh diri dan mayatnya dibakar di ruang bawah tanah.[21]
WATAK NEGARA
Inti pokok doktrin fasis dalam kata-kata Mussolini ialah konsepsinya tentang Negara, esensinya, fungsi dan tujuannya. Fasisme memahami Negara sebagai organism yang memiliki tujuan satu kehidupan dan satu perangkat aksi yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan lain baik yang berasal dari kehidupan dan aksi individu atau kelomok individu yang membentuknya. Gentile mendeskripsikan Negara sebagai ethical being (wujud etis). Yang mewujudkan kepribadiannya dan mencapai petumbuhan sejarahnya dalam masyarakat manusia. Negara dianugrahi dengan kehidupan organis dari dirinya sendiri yang maknanya lebih tinggi dari pada kehidupan individu. Pendekatan idealis pada masyarakat sipil ini menganggap Negara sebagai entitas metafisis dengan akal (mind), kehendak (will) sendiri yang terpisah dari akal-akal dan kehendak-kehendak. Negara bukanlah tanah air, rakyat, atau pemerintah, bukan pula gabungan dari ketiganya. Negara ialah idea yang lebih tinggi dari semua ekspresi dalam waktu, atau bentuk yang bersifat sementara dan ditentukan. Negara fasis bisa dikatan, ialah produk idealism politik daalam bentuknya yang paling ekstrim. Ia adalah pejelmaan dari “ethical idea” roh tuhan Hegel yang melakukan proses menjadi dalam ruang dan waktu.[22]
KEDAULATAN NEGARA
Kaum fasis berpendapat bahwa demokrasi menyerahkan pemerintah Negara pada rakyat umum yang menggunakannya untuk lebih memuaskan kepentingan diri mereka. Menurut fasis tindakan ini salah besar, karena pemerintah harus diserahkan pada orang-orang yang mampu mendudukkan keinginan dan kebutuhan mereka sendiri dan bekerja untuk kepentingan bersama di masa sekarang dan di masa mendatang. Menurut doktrin fasis, kedaulatan Negara bersifat absolute dan totalitarian. Sebagaimana penjelmaan dari kehendak etis universal, Negara sebenarnya adalah pencita (creator) semua hak karenanya ia mempunyai control penuh terhadap tindakan rakyatnya. Dan sebagai filsafat kehidupan yang utuh, ia tidak dapat mengabaikan setiap aaspek dari kehidupan manusia. Mussolini mendeskripsikan Negara sebagai all-embracing (sesuatu yang mencakup keseluruhan). Fasisme menolak bahwa kehidupan yang baika kan terwujud tanpa danya supermasi penuh Negara terhadap individu. Negara adalah individu dan kelompok yang absolute. Keduanya memiliki makna hanya sejauh menjadi bagian dari badan poltik dan tunduk pada aturan dan pedoman Negara. Individu sepenuhnya harus tunduk pada Negara serta siap berkorban hingga nyawa sekalipun. Manusia akan menemukan kemerdekaan dirinya dalam ketundukan penuh pada kehendak Negara. Mussolini mengatakan, supermasi penuh Negara terhadap individu tidak berarti tirani. Karena kebebasan pribadi bukanlah tujuan dalam dirinya, ia hanya sebuah alat untuk merealisasikan tujuan yang lebih besar yaitu kebebasan roh. Bebas di mata fasis ialah tidak lagi menjadi budak keinginan, ambisi, dan nafsu orang lain. Tetapi mempunyai kebebasan penuh untuk mencapai kebenaran, kebaikan serta keadilan. Namun, yang memiliki hal itu bukanlah indivdu, melainkan Negara. Oleh karena itu, kebebasan inidividu ialah ketika ia tunduk pada aturan Negara.[23]
NASIONALISME, SOSIALISME NASIONAL, DAN RAS TERTINGGI
Nasionalisme. Berbeda dengan internasionlis komunis, fasisme mempunyai pandangan nasionalistik. Nasionalisme mencakup dukungan pada mperialisme dan pengagungan moral pada perang. Beberapa tahun sebelum fasisime menjadi kenyataan, George Sorel sindikalis prancis dan kritikus keras pada demokrasi, menulis bahwa semua gerakan besar lahir dari mitos / image yang menggugah emosi manusia dan memberikan dorongan bagi aksi. Mussolini yang membaca secara cermat karya-karya Sorel pada tahun 1922 menyatakan bahwa rakyat Italia telah menciptakan mitosnya- bangsa dan kebesarannya. Italia modern adalah pewaris spiritual kerajaan Romawi.[24]
Sosialisme Nasional. Lahirnya sosialisme nasional beriringan dengan munculnya fasisme di Italia. Sebagaimana denagn fasisme, Nazisme merupakan produk dari demoralisasi yang terjadi setelah perang dunia I. hilangnya teritori Jerman, ketakutan akan komunisme, dan instabilitas politik, semuanya berpadu menyiapkan dasar bagi lahirnya kediktatoran. Modelnya sudah dibuat, jalannya sudah diteteapkan, dan perjalanan yang diperlukan sudah ditanamkan. Tidak sebagaimana fasisme di Italia, fasisme Jerman mengembangkan dogma politik dan sosialnya selama tahun-tahun ketika ia berjuang meraih kekuasaan. Namun demikian doktrin sosialisme nasional tidak didasarkan atas penjelasan rasional atau ditopang oleh filsafat politik yang sistematis. Ia lebih pada keyakinan (faith) dari pada doktrin: mistis, emosional, irasional,. Keyakinan dan prasangka yang sudah lama ada digabungkan menjadi ramuan filosofis dengan dorongan emosi yang kuat. Dikecam oleh musuh-musuhnya sebagai pemberontakan terhadap rasio, sosialisme nasional tidak hanya menerima bahkan menekankan bahwa orang yang bersemangat lebih berharga daripada ribuan intelektual yang hanya bisa berkata sebagai produk bangsa yang sia-sia. Pernyataan paling penting dari doktrin nazi terdapat dalam dua karya yaitu Main Kmpf dari Hitler dan Myth of the Twentieth Century dari Alfred Rosenberg.[25]
Ras Tertinggi. Menurut Hitler dan Rosenberg, pondasi sejati kemajuan ditemukan dalam hokum alam yang menyatakan bahwa semua perkawinan spesies, keturunan, dan ras menimbulkan kelemahan. Sebagaimana tidak ada persamaan antara manusia, juga tidak ada persamaan antara ras. Karena kekuatan ras terletak pada kemurniannya. Percampuran kedua ras jelas menimbulkan degenerasi ras yang lebih tinggi. Semua sejarah harus ditafsirkan dari pertentangan antar ras bukan antar kelas. Jika peradaban tidak ingin menemui ajalnya, ras arya harus dipertahankan dari kontaminasi oleh ras yang lebih rendah. Hitler menjelaskan bahwa bukti dari ras arya merupak ras terunggul ialah prestasi dunia dibidang seni, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan hamper semuanya menjadi produk kreatif ras bangsa arya. Ras arya sendiri tanpa ada definisi yang pasti menyebar dari kawasan barat laut untuk membangun peradaban besar Mesir, Persia, India, Yunani, dan Romawi. Selanjutnya ia menganggap bahwa diantara bangsa arya,  yang paling murni ialah arya yang ditemukan di Jerman.[26]
  
KESIMPULAN
Kemunculan fasisme pada era perang  dunia I merupakan sebuah ambisi besar para diktator untuk memiliki otoritas tertinggi dan menjadi penguasa Negara. Munculnya fasisme ini juga dilatar belakangi oleh reaksi adanya liberalisme dan positivisme yang menurutnya justru menjadi belenggu masyarakat pada saat itu. Hal ini dapat dilihat melalui kecenderungan fasis yang ‘anti-intelektualisme’ dan dogmatisme. Fasisme merupakan manifestasi dari kekecewaan terhadap kebebasan  individual (individual freedom) dan kebebasan berfikir (freedom of thought). Seperti yang sudah dijelaskan bahwa masyarakat tidak merasa puas dengan kebebasan yang ada. Mereka justru merasa puas ketika keluar dari kebebasan.
Tokoh diktator seperti Adolf Hitler dan Benito Mussolini ini berangkat dari ide fasisme yang bertujuan untuk membuat individu dan masyarakat berpikir dan bertindak seragam. Dan untuk mencapai tujuannya tersebut, mereka menggunakan kekuatan dan kekerasan bersama semua dalam metode propaganda. Walaupun sama-sama berangkat dari ide fasis, namun sudut pandang keduanya dalam pemahaman fasisme berbeda.[27] Menurut Mussolini fasis memperioritaskan negara diatas segala-galanya. menggunakan semua kekuatan rakyat dan negara tanpa adanya perbedaan ras. Semua masyarakat dari ras manapun dan agama apapun akan dilibatkan selagi berguna bagi Negara. Sedangkan Hitler dengan paham Nazismenya, beranggapan bahwa penekanan ide fasisme justru pada rasisme khususnya ras Aria. Ia tidak mau menerima siapapun dengan ras lain untuk hidup bersama.
Berbagaimacam upaya Hitler dan Mussolini dengan fasismenya untuk menjadi diktator tunggal di masing-masing wilayahnya telah dijalankan, kekuasaan dan kegemilanganpun sempat diraihnya. Namun tetap saja pada saatnya mereka tumbang. Mengutip perkataan Jendral De Gaulle pada saat ia mengingatkan rakyat Jerman, dalam buku Kisah Para Diktator oleh Jules Archer bahwa: “kediktatoran adalah petualangan besar yang akan runtuh dengan meminta pengorbanan dan darah”.


DAFTAR PUSTAKA

Alejandro, Emdievi Y.G..  41 Diktator Zaman Modern: Mengejar Ambisi Menuai Tragedi. Jakarta: Visimedia, 2007.
Apotas. “Fasisme Vs Nazisme.” Artikel diakses pada 15 April 2013 dari http://www.apotas.com/fasisme-vs-nazisme/
Archer, Jules. Kisah Para Diktator: Biografi Politik para Penguasa Fasis, Komunis, Despotis, dan Tiran. Yogyakarta: Narasi, 2007.
Bero, Vincent. Mussolini di Antara Bayang-bayang Hitler dan Romantika Clara Petacci. Jakarta: Visimedia, 2007.
Schmandt, Henry J.. Filsafat Politik: Kajian Historis dari Zaman Yunani Kuno sampai Zaman Modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Setianto, Yudi. “Sejarah Fasisme.” Artikel diakses pada 15 April 2013 dari
Suhelmi, Ahmad. Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara, Masyarakat, dan Kekuasaan. Jakarta: PT Gramedia, 2007.
Tim Narasi. The Mass Killers of the Twentieth Century: Pembunuh-pembunuh Masal Abad 20. Yogyakarta: Narasi, 2006.
Wikipedia. “Fasisme.” Artikel diakses pada 15 April 2013 dari https://id.wikipedia.org/wiki/Fasisme




[1] Vincent Bero, Mussolini di Antara Bayang-bayang Hitler dan Romantika Clara Petacci (Jakarta: Visimedia, 2007), h. 17.
[2] Wikipedia,Fasisme,” artikel diakses pada 15 April 2013 dari https://id.wikipedia.org/wiki/Fasisme
[3] Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara, Masyarakat, dan Kekuasaan (Jakarta: PT Gramedia, 2007), h. 333 – 334.
[4] Yudi Setianto, “Sejarah Fasisme,” artikel diakses pada 15 April 2013 dari http://asosiasiwipknips.wordpress.com/2013/04/15/sejarah-fasisme/
[5] Vincent Bero, Mussolini di Antara Bayang-bayang Hitler dan Romantika Clara Petacci (Jakarta: Visimedia, 2007), h. 1-2.
[6] Ibid., h. 2.
[7] Jules Archer, Kisah Para Diktator: Biografi Politik para Penguasa Fasis, Komunis, Despotis, dan Tiran (Yogyakarta: Narasi, 2007), h. 74-75.
[8] Ibid., h. 75-76.
[9]Vincent Bero, Mussolini di Antara Bayang-bayang Hitler dan Romantika Clara Petacci, h. 3 - 5.
[10] Emdievi Y.G. Alejandro, 41 Diktator Zaman Modern: Mengejar Ambisi Menuai Tragedi (Jakarta: Visimedia, 2007), h. 31.
[11] Vincent Bero, Mussolini di Antara Bayang-bayang Hitler dan Romantika Clara Petacci, h. 7.
[12] Emdievi Y.G. Alejandro, 41 Diktator Zaman Modern: Mengejar Ambisi Menuai Tragedi (Jakarta: Visimedia, 2007),  h. 31 – 32.
[13] Ibid., h. 35.
[14] Tim Narasi, The Mass Killers of the Twentieth Century: Pembunuh-pembunuh Masal Abad 20, (Yogyakarta: Narasi, 2006), h. 69.
[15] Jules Archer, Kisah Para Diktator: Biografi Politik para Penguasa Fasis, Komunis, Despotis, dan Tiran (Yogyakarta: Narasi, 2007), h. 191.
[16] Ibid., h. 191 – 192.
[17] Emdievi Y.G. Alejandro, 41 Diktator Zaman Modern: Mengejar Ambisi Menuai Tragedi, h. 2 – 3.
[18] Jules Archer, Kisah Para Diktator: Biografi Politik para Penguasa Fasis, Komunis, Despotis, dan Tiran, h. 193 – 194.
[19] Emdievi Y.G. Alejandro, 41 Diktator Zaman Modern: Mengejar Ambisi Menuai Tragedi, h. 6 – 7.
[20] Jules Archer, Kisah Para Diktator: Biografi Politik para Penguasa Fasis, Komunis, Despotis, dan Tiran, h. 200.
[21] Emdievi Y.G. Alejandro, 41 Diktator Zaman Modern: Mengejar Ambisi Menuai Tragedi, h. 8 – 9.
[22] Henry J. Schmandt, Filsafat Politik: Kajian Historis dari Zaman Yunani Kuno sampai Zaman Modern (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 601.
[23] Ibid., h. 602.
[24] Ibid., h. 604.
[25] Ibid., h. 609.
[26] Ibid., h. 611.
[27] Apotas, “Fasisme Vs Nazisme,” artikel diakses pada 15 April 2013 melalui http://www.apotas.com/fasisme-vs-nazisme/